Samudra Ilmu Agama Islam

Islam Rahmatan Lil 'Alamin

ZAKAT UANG PESANGON

Posted by Administrator pada 20 Juni 2009

PERTANYAAN

Assalamulaikum.Wr.Wb.

bagaimana orang yg dapat uang pesangun pensiun dari perusahaan, apakah harus langsung membayar zakatnya atau sesudah ada hasil usahanya mohon jawaban.

Wassalam

JAWAB

Assalamu’alaikum Warahmatullaahi wabarakaatuh

Segala puji bagi Allah dan semoga shlawat dan salam tetap tercurahkan kepada Rasulullah dan kepada semua pengikutnya sampai akhir zaman kelak.

Tentang zakat uang pensiunan, uang pesangon ketika terjadi PHK misalnya secara singkat saya mengatakan bahwa hukumnya adalah sama dengan zakat profesi biasa. Uang ini tidak ada bedanya dengan gajian bulanan yang Bapak terima setiap bulannya. Jadinya caranya menghitung zakatnya sama persis seperti zakat profesi.

Tentang zakat profesi ini ada beberapa pendapat dari para ulama. Saya akan menyebutkan keselurhannya secra singkat kemudian saya jelaskan pendapat yang menurut saya paling benar, lengkap dengan alasan dan dalil yang saya yakini.

Nishob dan waktu zakatnya

Ada yang berpendapat bahwa nishob zakat profesi adalah sama dengan nishob zakat tanaman padi, yaitu sekitar 630-an kg, dengan alasan bahwa gajian setiap bulan itu adalah sama dengan panen yang dilakukan oleh petani, hanya rentang waktunya saja yang berbeda. Kalau petani setahun 2 – 3 kali, sedangkan pegawai ada yang mingguan, bulanan atau yang lainnya. Jadi kalau harga beras Rp. 5.000 perkilogram, jadi dia sudah harus mengeluarkan zakat jika gaji perbulanannya sekitar Rp 3.150.000. Zakat itu dihitung dari gaji kotornya, bukan setelah dipotong biaya hidup per bulannnya. Dan zakatnya dikeluarkan setiap dia menerima gajian itu. Berapa zakat yang harus dia keluarkan, akan saya jelaskan kemudian.

Dan ada yang mengatakan bahwa nishobnya adalah saa dengan nishob emas, yaitu sekitar 85 gr-an (24 karat, emas murni, bukan emas perhiasan). Jadi jika harga emas Rp 300.000, maa nishobnya adalah Rp 25.000.000. Jumlah tersebut adalah merupakan akumulasi dari penghasilannya selama 1 tahun dipotong dengan seluruh biaya kehidupan pokoknya, ingat kehidupan pokoknya, selama 1 tahun. Saya tidak mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan pokok itu hanya makan, rumah dan pakaian saja seperti yang diajarkan di sekolah-sekolah itu. Tetapi yang dimaksud dengan kebutuhan pokok ini adalah segala kebutuhan yang memang tidak boleh tidak harus dicukupi dalam kehidupannya. Seperti jika dia membutuhkan sepeda motor untuk ke tempat kerja, maka pembelian sepeda motor itu dianggap sebagai kebutuhan pokok baginya. Jika dia memiliki anak-anak yang masih sekola, maka kebutuhan membayar SPP anak-anaknya adalah kebutuhan pokok baginya. Nah, jika akumulasi dari seluruh penghasilannya selama satu tahun setelah dipotong kebutuhan pokoknya masih berjumlah sama atau lebih dari nishob di atas, maka dia sudah menjadi wajib zakat. Dia mengeluarkan zakatnya sekali di akhir tahun.

Pendapat yang kedua ini mengqiyaskan zakat perofesi kepada zakat emas dan perak (dinar dan dirham), yaitu uang yang sudah berlaku sejak masa Rasulullah dan diakui oleh Agama Islam ini. Pendapat inilah yang lebih benar, karena jika diqiyaskan dengan zakat tanaman padi, maka hal itu sangat jauh sekali. Tidak ada kesamaan antara zakat profesi dan zakat tanaman, kecuali hanya sama-sama panen. Petani memanen padi dan pegawai memanen gaji. Dilihat dari sisi waktu, keduanya jauh berbeda sekali. Jika petani setahun bisa panen 2, 3 kali, pegawai bisa memanen 12 kali. Itu kalau yang gajinya bulanan, bagaimana yang gajinya mingguan ? Dia bisa panen 52 kali setahun. Kemudian bagaimna ukuran nishobnya ? Apa dasar dan dalil nishob itu dihitung bulanan atau mingguan ? Tidak ada.

Jika diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, maka banyak sekali kesamaannya.

  1. Diantaranya kedua-duanya biasanya memang berwujud uang. Emas dan perak adalah uang, dan gaji adalah uang juga.
  2. Nishobnya dan perhitungannya juga sama, yaitu setahun sekali.
  3. sebagamana emas dan perak itu wajib dikeluarkan zakatnya jika keduanya dalam bentuk infestasi (disimpan), tidak dipergunakan untuk berdagang. Karena jika digunakan untuk perdagang, maka zakatnya adalah zakat perdagangan, bukan zakat emas danperak. Demikian juga gaji. Gaji wajib dikeluarkan jika sudah dipotong untuk kebutuhan satu tahun. Ini seolah-olah sisa gaji selama satu tahun itu sama dengan emas dan perak yang diinfestasikan.

Jadi mengqiysakan zakat profesi kepada zakat emas dan perak adalah lebih benar.

Kadar zakatnya

Di sini ada dua pendapat :

Pertama : sama dengan zakat tanaman, yaitu 5 % per panen. Jadi dia harus mengeluarkan 5 % dari gajinya jika sudah mencapai satu nishob seperti yang saya sebutkan di atas. Jika gajinya Rp 3.500.000, maka zakatnya adalah Rp 125.000. Zakat ini dikeluarkan setiap kali dia menerima gaji dari gaji kotornya.

Kedua : sama dengan zakat emas dan perak, yaitu 2.5 % dan dikeluarkan sekali dalam satu tahun, setelah dipotong kebutuhan pokoknya selama setahun itu. Pendapat inilah yang lebih kuat, bahkan mereka yang berpendapat bahwa nishob zakat profesi itu sama dengan tanaman, banyak yang mengikuti pendapat ini. Pendapat inilah yang benar dan qiyas inilah yang benar. Karena mewajibkan engeluarkan zakat profesi 5 % adalah tidak ada dasarnya. Karena zakat tanaman itu ada 2 macam, yaitu 10 % dan 5 %. 10 % jika irigasinya hanya tadah hujan saja dan 5 % jika irigasinya membeli atau harus membuat saluran irigasi dengan biaya, memakai pompa air, diesel atau yang lainnya. Nah, apa alasan dipilih salah satu saja, mengapa 5 %, mengapa tidak 10 %. Dan kalaupun dipilih 10 %, mengapa tidak yang 5 %. Intinya memilih salah satudari yang 5 % atau 10 % itu tidak ada alasannya. Jadi yang benar adalah 2.5 %, karena baik emas dan perak dan gaji adalah sama-sama uangnya, hanya bentuknya saja yang berbeda. Dinar dan dirham berwujud emas dan perak, sedangkan uang modern hanya berupa logam biasa atau kertas saja.

Jadi untuk uang pesangon atau uang pensiun atau bonus (tentang bonus ini akan saya tambahkan penjelasan sedikit nanti), zakatnya dengan menambahkannya dengan gahi di tahun ini, kemudian dipotong kebutuhan pokoknya, dan di akhir tahunnya dia harus mengeluarkan zakatnya, tanpa menunggu hasil dari usaha yang dia lakukan dari uang pensiun tersebut.

Di sini saya beri contoh konkritnya agar lebih jelas.

Gaji : 10 jt per bulan. Jadi setahun 120 jt

Kebutuhan pokok :

Biaya makan  : 1.5 jt perbuan x 12 = 16 jt

Biaya pendidikan untuk 2 anak  = 300 ribu per bulan x 12 = 3.6 juta

Biaya kesehatan keluarga  = 100 rb x 12 = 1.2 jt

Biaya listrik & PDAM  serta Telpon    :  400 ribu x 12 = 4.8 jt

Cicilan rumah  :  1.2 jt  X 12  = 14.4 Jt

Gaji pembatu di pinggiran Sidoarjo  = 400 ribu x 12 = 4.8 jt

Jadi total kebutuhannya adalah : 84.4 jt

Sisa gaji setahun 120 jt – 84.4 = 35.6 jt. Karena nishob zakat profesi adalah 25.5 jt, maka dia sudahtermasuk wajib zakat. Dan zakat yang dikeluarkan adalah : 35.4 jt x 2.5 % = 885.000 rupiah. Uang sejumlah ini adalah bukan milik dia. Tetapi milik para mustahik zakat. Jika dia tidak mengeluarkan zakatnya, maka Allah akan menagihnya nanti di hari kiamat dalam bentuk ular yang akan mematok-matoknya dan setrika yang menyetrika punggungnya.

Zakat untuk bonus

Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa jika ada seseorang pegawai yang mendapatkan bonus dari atasannya ketika dia bekerja, maka dia wajib mengeluarkan zakatnya, sebesar 1/5 atau 20 %. Mereka mengatakan bahwa bonus itu disamakan dengan harta temuan (luqothoh) atau barang terpendam (rikaz), dimana seseoang yang mendapatkannya tidak memerlukan banyak usaha atau bahkan tanpa usaha sama sekali. Sepeti jika ada seorang petani yang mencakangkul sawahnya untuk digarap, tiba-tiba dia menemukan sebongkah emas seberat 1 kg misalnya, maka dalam Agama Islam harta itu adalah milik penemunya dan dia wajib mengeluarkan 20 % untuk zakatnya pada saat itu juga. Ini benar adanya. Dan mereka mengatakan karena orang yang mendapatkan bonus itu mirip dengan orang yang menemukan emas di sawahnya ini, maka dia harus mengeluarkan 20 % dari bonus yang dia terima itu. Dan perlu diketahui bahwa untuk harta temuan dan baang terpendam ini tidak ada nishobnya. Jadi berapapun dia menerima, maka wajib dikeluarkan 20 %nya, sekalipun hanya 10 ribu misalnya, maka dia harus mengeluarkan 2 ribu untuk zakatnya.

Yang benar adalah bahwa bonus itu hukumnya adalah sama dengan gaji biasa. Jika orang yang menerima bonus itu disamakan dengan orang yang menemukan barang terpendam, maka itu adalah salah sama sekali. Memang orang yang menemukan barang terpendam itu tidak banyak melakukan usaha, kecuali hanya rizki dari Allah semata. Tetapi orang yang mendapatkan bonus dari atasannya atau hadiah atas usahanya pastilah akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk mendapatkannya. Tidak pernah ada cerita seorang atasan memberikan bonus kepada seorang pegawai yang tidak berbuat apa-apa dan tidak pernah ada riwayat ada seorang karyawan yang tidak berbuat apa-apa, kemudian dia mendapat bonus dan hadiah dari atasannya, seolah-olah ada hujan emas dari langit. Dia pasti akan mendapatkannya dengan susah payah. Kedisipilinannya, pertasinya dan keberhasilannya dan lain-lainnya adalah diantara sebab dia mendapatkan bonus itu, bukan karena kebetulan semata. Jadi mereka yang mengatakan bahwa bonus itu sama dengan baran temuan adalah salah besar. Jauh berbeda dengan orang yang mencangkul untuk menggarap sawah, kemudian menemukan harta emas  kg dengan orang yang bertahun-tahun bekerja dan berpestrasi kemudian mendapatkan bonus.

Untuk sekedar tambahan bahwa ada yang membolehkan membayar zakat dengan dicicil setiap bulannya. Seperti contoh yang saya berikan di atas, maka orang tersebut boleh membayar zakatnya 70 per bulan dan di bulan terakhir di tahun itu dia menambahkan kekurangan dari kewajiban riil dari zakat yang harus dia keluarkan. Tetapi sekali lagi bahwa yang wajib baginya adalah membayar sekali dalam satu tahun saja. Jika dia mencicilnya per bulan, maka insya allah tidak apa-apa dan dapat menggugurkan kewajiban zakatnya, dengan syarat ketika membayarkannya dia berniat untuk membayar zakatnya.

Di saat ini kaum muslimin terbagi menjadi 3 golongan dalam msasalah zakat ini.

Pertama, mereka yang terlalu bersemangat sehingga mengeluarkan zakat dari hasil berapapun yang dia dapatkan, dia tidak peduli apakah gajinya sudahmencapai nishob atau belum. Yang penting baginya mengeluaran zakat untuk kehati-hatian.

Kedua, kebalikan dari yang pertama, dimana mereka sama sekali tidak peduli tentang masalah zakat. Dalam prinsipnya asalkan sudah menunaikan shalat dengan baik, bahkan dengan berjama’ah di masjid, maka sudah cukup. Inilah kelompok yang paling dominan diantara kaum muslimin dewasa ini.

Dan kelompok yang ketiga adalah mereka yang mengeluarkan zakat dengan ilmu. Dia menghitung hartanya, jika sudah mencapai nishob, maka dia segera mengeluarkan zakatnya. Inilah orang yang paling bahagia di akhirat nati.

Kelompok yang pertama itu seperti orang yang menunaikan shalat wajib sebelum datangnya waktu. Jelas shalatnya tidak sah. Ketika hari masih jam 10, karena kehati-hatiannya dia segera menunaikan shalat dzuhur. Jelas shalatnya tidak sah dan tidak menggugurkan kewajibannya.

Kelompok yang kedua adalah kelompok yang diperangi pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash Shiddiq. Beliau berkata : “Demi Allah saya akan memerangi orang yang enggan membayarkan seutas tali yang pernah mereka bayarkan sebagai zakat kepada Rasulullah dahulu”. Ini hanya seutas tali saja Abu Bakar akan memeranginya. Nah, sekarang ini banyak sekali orang yang ngemplang zakat jutaan rupiah, tetapi tidak ada satu orang pun yang peduli. Perlu diketahui bahwa di dalam Al Qur’an setidaknyaada sekitar 27 ayat dimana Allah menyebutkan shalat beriringan dengan zakat. Ini untuk menunjukkan betpa pentingnya zakat bagi seorang muslim. Shalat adalah ibadah individual dan zakat adalah ibadah sosial dan seorang muslim itu harus melakukan kedua hal itu. Dan perlu di ketahui bahwa semua ayat tentang zakat di dalam AL Qur’an adalah zakat mal, bukan zakat fitrah.

Sekarang ini kaum muslimin tidak mengenal zakat kecuali zakat fitrah ini. Ini adalah sebuah ironi.

Semoga Allah menjadikan kita termasuk kelompo yang ketiga, yang megeluarkan zakat dengan penuh kesadaran dan ilmu. Karena Allah hanya menerima ibadah jika dilandasi dengan ilmu, bukan asal ibadah atau yang penting ibadah.

9 Tanggapan to “ZAKAT UANG PESANGON”

  1. mas hardi said

    Assalamuallaikum wr wb

    Bagamana dengan hubungannya dengan pajak, apakah di hitung setelah di potong pajak atau sebelum.

    Terima kasih sebelumnya

  2. Majelis MS said

    Assalamu alaikum ustadz. saya seorang pimpinan redaksi bulletin Ad-Dakwah Ikatan Masjid Indonesia di Pekanbaru, dengan tujuan menyebarkan Islam ke masyarakat. bolehkah kami mengutip tulisan ustadz untuk bahan tanya jawab kami?. syukran.Majelis Malin Sutan.

  3. Administrator said

    Wa’alaikum salam. Silahkan kutip dan ambil apapun yang dianggap bermanfaat, hanya satu yang saya minta, yaitu : cantumkan sumber asli dari situs ini. itu saja. Dan terima kasih. Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi wa barakaatuh

  4. jak said

    Assalamualaikum Pak Ustadz,

    Terima kasih infonya sangat membantu sekali.
    Namun ada yg ingin saya tanyakan, yang pertama: Kalau dilihat dari artikel diatas yang termaksud kebutuhan pokok adalah biaya rutin yg digunakan untuk menunjang hidup seseorang dalam setiap bulan dan dikumpulkan selama setahun. Apakah salah kalau selama ini saya sudah melakukan perhitungan seperti diatas dan membayarkannya setiap bulan? karena saya bukanlah orang yg pandai dalam menyimpan uang. Dan untuk menjaga kurangnya hasil perhitungan zakat setelah dihitung di akhir tahun saya selalu melebihkan nilai zakatnya setiap bulan apakah hal ini salah?

    yang kedua bagaimana apabila dipertengahan tahun uang yg kita kumpulkan untuk membayar zakat terpakai untuk biaya anggota keluarga yang sakit atau orang tua kita yang sakit?

    yang ketiga apabila seseorang bekerja dan mempunyai usaha dirumah, dimana untuk menjalankan usaha tsb di ambil dari hasil gaji setiap bulan apakah uang untuk usaha tsb termaksud kebutuhan pokok? dimana keuntungan dari hasil usaha tsb masih belum mencapai nishobnya?

    terima kasih sebelumnya pak Ustadz.

  5. Administrator said

    Wassalamu’alaikum
    Untuk pertanyaan yang pertama : tidak apa-apa, jika kita ingin mengeluarkan zakat tiap bulan dari penghasilan kita, setelah melakukan penghitungan yang rinci.
    Untuk pertanyaan yang kedua : jika di tengah tahun ada musibah yang menimpa kita, untuk berobat, misalnya karena penyakit mendadak dari kita sendiri atau orang-orang yang berada dalam tanggungan kita, maka harta yang harus dizakati dipotongkan dari biaya pengobatan itu, bisa jadi nanti hasilnya zakatnya nol atau bahkan menjadi orang yang berhak menerima zakat, misalnya karena PHK atau yang semisalnya. Karena itulah yang ideal penghitungan tetap ada di akhir tahun. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi sepanjang tahun.
    Untuk yang ketiga : jika usaha yang dijalankan itu sudah berlaba dan sudah mencapai nishob, maka ia diwajibka untuk zakat perdagangan.
    Demikian semoga membantu
    Wassalamu’alaikum

  6. Assalamu’alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh.

    Sebelumnya mohon ma’af jika kami sengaja mengangkat permasalahan hukum Zakat Profesi dengan harapan semoga bermanfa’at.

    Khusus berkaitan dengan zakat profesi, maka pada hakekatnya disyari’atkannya zakat profesi tidak mempunyai landasan dalil dan qiyas yang shahih. Hal ini dikarenakan bahwa zakat uang dan sejenisnya baik yang didapatkan dari warisan, hadiah, kontrakan, gaji atau lainnya, maka harus memenuhi dua syarat, yaitu harus memenuhi batas minimal (nishab) dan harus menjalani haul (putaran satu tahun). Maka dengan demikian bila tidak mencapai batas minimal nishab dan tidak menjalani haul, maka tidak diwajibkan atasnya zakat berdasarkan dalil-dalil berikut:

    1. Sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Kamu tidak mempunyai kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar dan harta itu telah menjalani satu putaran haul.” (HR. Abu Dawud)
    (20 dinar adalah 65 gram emas karena satu dinar 4 1/4 gram dan nishab uang dihitung dengan nilai nishab emas)

    2. Sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Dan tidak ada kewajiban zakat di dalam harta sehingga mengalami putaran haul.” (HR. Abu Dawud).

    3. Dari Ibnu Umar (ucapan Ibnu Umar atas sabda Rasulullah), “Barangsiapa mendapatkan harta, maka tidak wajib atasnya zakat sehingga menjalani putaran haul.” (HR. at-Tirmidzi)

    Kemudian penetapan zakat profesi tanpa haul dan nishab hanya ada pada harta rikaz (harta karun), sedangkan penetapan zakat tanpa haul hanya ada pada tumbuh-tumbuhan (biji-bijian dan buah-buahan), namun ini tetap dengan nishab.

    Jadi penetapan zakat profesi (penghasilan/gaji) tanpa nishab dan tanpa haul merupakan tindakan yang tidak berlandaskan dalil, qiyas yang shahih dan bertentangan dengan tujuan-tujuan syari’at, juga bertentangan dengan nama zakat itu sendiri yang berarti berkembang. Jadi nishab dan haul merupakan syarat dikeluarkannya zakat bagi uang, emas dan perak.

    Adapun alasan bagi mereka yang menganggap wajibnya zakat profesi dengan mengqiyaskan penghasilan profesi dengan hasil pertanian, sehingga nishabnya sama dengan nishab hasil pertanian ( lebih kurang 650 kg) sementara prosentase yang wajib dikeluarkan dari penghasilan/gaji tersebut diqiyaskan dengan zakat emas atau harta uang, yaitu 2,5 %, maka qiyas yang demikian tentu sangat ganjil. Karena apabila memperhatikan disiplin ilmu dalam kajian ushul fiqh, akan kita dapatkan empat rukun qiyas, yaitu asal, hukum, cabang, dan illat. Inilah qiyas yang benar berdasarkan ilmu dalam ushul fiqh yang dirumuskan oleh para ulama’.

    Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka kita akan mendapati kejanggalan manakala qiyas yang dilakukan pada zakat profesi asalnya adalah tanam-tanaman, sedangkan prosentase zakatnya adalah 2,5 % sebagai ketentuan zakatnya. Padahal berdasarkan ketentuan zakat tanam-tanaman dan buah-buahan harus 10 % atau 5 %. Dengan demikian ada kerancauan pengertian dalam melakukan qiyas, karena diambil dari dua arah atau ketentuan. Sepotong diambil dari dari qiyas tanam-tanaman dan buah-buahan, dan sepotong lagi diambil dari qiyas zakatnya emas, uang atau perak. Maka qiyas-mengqiyas seperti tidak bisa dibenarkan. Demikian juga jika diqiyaskan dengan hasil tanam-tanaman, sehingga dikeluarkan 5 % nya, maka qiyas demikian juga ganjil, karena illat antara hasil pofesi dan hasil tanam-tanaman tidak bisa disamakan, baik secara akal atau pendekatan berdasarkan kaidah-kaidah ilmu ushul fiqh.

    Dengan demikian, diwajibkannya mengeluarkan zakat pesangon atau pensiun, harus tetap memperhatikan dua syarat, yaitu telah mencapai nishab dan haul, sebagaimana hal ini berlaku pada pada emas, perak dan harta (uang) dalam bentuk yang lain.

    Demikian bahan renungan yang dapat kami sampaikan, semoga sedikit dapat memberikan masukan yang bermanfa’at, sehingga kita dapat mensikapi setiap permasalahan yang ada dengan bijak dan lapang dada. Kamipun berharap segenap ikhwah yang lain dapat memberikan perbandingan, dengan harapan kita mendapatkan natijah (hasil) yang memuaskan untuk semua berdasarkan dalail-dalil yang kuat. Wallaahu a’almu bish shawab.

    Wassalamu’alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh.

  7. isfahani said

    Assalamu’alaikum.

    seorang istri yang bekerja dan punya penghasilan sendiri menyimpan gajinya di rekening sendiri sudah tentu menjadi hak dari istri tersebut, dan untuk kehidupan sehari-hari sudah pasti juga menjadi kewajiban suami untuk memberikan nafkah untuk dia dan anak-anak. sehingga secara singkatnya harta yg ditabung oleh istri dari pekerjaannya adalah mutlak hanya milik dia sendiri. adapun pengeluaran yang mungkin ada dr tabungan tsb mungkin hanya sedikit saja dan bukan mrpakan kebutuhan pokok keluarga.

    yang jadi pertanyaan, harta siapakah yang wajib dihitung zakatnya pada akhir tahun ? apakah harta suami saja atau harta keduanya atau masing-masing dihitung sendiri-sendiri ?

    mohon pencerahannya pak ustadz..

    Wassalam

  8. Administrator said

    Wassalamu’alaikum.
    Saudari Isfahani yang dirahmati Allah. Perintah zakat tertuju kepada masing-masing person yang sudah memenuhi syarat-syaratnya, buka kepada masing-masing keluarga. Jadi siapapun yang sudah memiliki harta yang sampai senishob dan mencapai satu tahun, maka wajib dizakati. Surat Al Ahzab : 35 dengan tergas menerangkan ada 10 amalan yang dilombakan antara laki-laki dan perempuan, diantaranya adalah sedekah, baik yang wajib (zakat) atau yang sunnah. Dan di dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah menyuruh agar harta yang dimiliki oleh anak yatim itu juga dikeluarkan zakatnya oleh walinya. Jadi jika istri bekerja dan mendapatkan harta yang mencapai nishob, maka di akhir tahun dia harus mengeluarkan zakat atas nama dirinya sendiri. Disamping suaminya, jika masih ada kelebihan yang mencapai nishob setelah dikurangi kebutuhan pokok tiap tahunnya/.
    Sekian semoga bermanfaat
    Wassalamualaikum

  9. Fenty said

    Assalamualaikum ustad
    Sy mau bertanya,, untuk mengeluarkan zakat uang pesangon dari PHK itu d hitung berdasar jumlah yang diterima atau setelah kita kurangi kebutuhan,, misal membayar hutang??
    Karena menurut pemahaman saya setelah baca artikel diatas zakat disamakan dengan zakat profesi yg d keluarkan setelah memenuhi nishab dan haul,,
    1. Jika disamakan dengan zakat profesi itu artinya dihitung setelah dikurangi kebutuhan pokok,, klo mnurut pmahaman saya bisa d keluarkan setelah dikurangi untuk membayar hutang,, Apa benar demikian?
    2. Kapan saya mengeluarkan zakatnya? Apa seketika itu atau tunggu satu tahun?
    Mohon pencerahan ustad.
    Trimakasih
    Wassalammu’alaikum

Tinggalkan komentar